Pengertian Hak Cipta
Hak
cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan
atau memperbanyak ciptaannya atau memberi izin untuk itu dengan tidak
mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Dasar Perlindungan Hak Cipta
Undang-undang
Hak Cipta (UUHC) pertama kali diatur dalam undang-undang No.6 Tahun 1982
tentang Hak Cipta. Kemudian diubah dengan undang-undang No.7 Tahun 1987. Pada
tahun 1997 diubah lagi dengan undang-undang No.12 Tahun 1997. Di tahun 2002,
UUHC kembali mengalami perubahan dan diatur dalam Undang-undang No.19 Tahun
2002. Beberapa peraturan pelaksanaan di bidang hak cipta adalah sebagai
berikut:
♦
Peraturan Pemerintah RI No. 14 Tahun 1986 Peraturan Pemerintah RI No.7 Tahun 1989
tentang Dewan Hak Cipta.
♦
Peraturan Pemerintah RI No.1 Tahun 1989 tentang Penerjemahan dan/atau Perbanyak
Ciptaan untuk Kepentingan Pendidikan, Ilmu Pengetahuan,
Penelitian dan Pengembangan.
♦
Keputusan Presiden RI No. 17 Tahun 1988 tentang Persetujuan
Mengenai Perlindungan Hukum Secara Timbal Balik Terhadap Hak Cipta atas Karya
Rekaman Suara antara Negara Republik Indonesia dengan
Masyarakat Eropa.
♦
Keputusan Presiden RI No.25 Tahun 1989 tentang Pengesahan Persetujuan Mengenai
Perlindungan Hukum Secara Timbal Balik Terhadap Hak Cipta antara Republik Indonesia
dengan Amerika Serikat.
♦
Keputusan Presiden RI No.38 Tahun 1993 tentang Pengesahan Pesetujuan Mengenai
Perlindungan Hukum Secara Timbal Balik Terhadap Hak Cipta antara Republik
Indonesia dengan Australia.
♦
Keputusan Presiden RI No.56 Tahun 1994 tentang Pengesahan Persetujuan Mengenai
Perlindungan Hukum Secara Timbal Balik Terhadap Hak Cipta antara Republik
Indonesia dengan Inggris.
♦
Keputusan Presiden RI No. 18 Tahun 1997 tentang
Pengesahan Berne Convention For The Protection
Of Literary and Artistic Works.
♦
Keputusan Presiden RI No. 19 Tahun 1997 tentang
Pengesahan WIPO Copyrights Treaty.
♦ Keputusan Presiden RI No.74 Tahun 2004 tentang
Pengesahan WIPO Performances and Phonogram Treaty (WPPT).
♦
Peraturan Menteri Kehakiman RI
No.M.01-HC.03.01 Tahun 1987 tentang Pendaftaran Ciptaan.
♦
Keputusan Menteri Kehakiman RI No.M.04.PW.07.03
Tahun 1988 tentang Penyidikan Hak Cipta.
♦ Surat Edaran Menteri Kehakiman RI No.M.01.PW.07.03 Tahun 1990 tentang
Kewenangan Menyidik Tindak Pidana Hak Cipta.
♦
Surat Edaran Menteri Kehakiman RI No.M.02.HC.03.01 Tahun 1991 tentang kewajiban
Melampirkan NPWP dalam Permohonan Pendaftaran Ciptaan dan Pencatatan Pemindahan
Hak Cipta Terdaftar.
Jangka Waktu Perlindungan Suatu
Ciptaan
A. Hak cipta atas ciptaan (sesuai dengan ketentuan
dalam Pasal 29 UU HC)
♦ Buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lainnya.
♦ Drama atau drama musikal, tari, koreografi.
♦ Segala bentuk seni rupa, seperti seni lukis, seni patung
dan seni Pahat.
♦ Seni batik.
♦ Lagu atau musik dengan atau tanpa teks.
♦ Arsitektur.
♦ Ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan sejenis lain.
♦ Alat peraga.
♦ Peta.
♦ Terjemahan, tafsir, saduran dan bunga rampai.
berlaku selama hidup pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima
puluh) tahun setelah pencipta meninggal dunia. Jika dimiliki 2 (dua) orang atau
lebih, hak cipta berlaku selama hidup pencipta yang meninggal dunia paling
akhir dan berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun sesudahnya.
B. Hak cipta atas ciptaan (sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 30 UU HC)
♦ Program komputer, sinematografi, fotografi, database,
karya hasil pengalihwujudan berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama
kali diumumkan.
♦ Perwajahan karya tulis yang diterbitkan berlaku selama 50
(lima puluh) tahun sejak pertama kali diterbitkan.
C. Apabila suatu ciptaan dimiliki atau dipegang oleh suatu badan hukum,
hak cipta berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan.
D. Hak cipta yang dimiliki/dipegang oleh negara berdasarkan:
♦ Pasal 10 ayat (2) UUHC berlaku tanpa
batas waktu;
♦ Pasal 11 ayat (1) dan ayat (3) UUHC berlaku selama 50
(lima puluh) tahun sejak pertama kali diterbitkan.
Perlindungan Hak Cipta
Perlindungan
terhadap suatu ciptaan timbul secara otomatis sejak ciptaan itu diwujudkan
dalam bentuk nyata. Pendaftaran ciptaan tidak merupakan suatu kewajiban untuk
mendapatkan hak cipta. Namun demikian, pencipta maupun pemegang hak cipta yang
mendaftarkan ciptaannya akan mendapat surat pendaftaran ciptaan yang dapat
dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa di
kemudian hari terhadap ciptaan tersebut.
Perlindungan
hak cipta tidak diberikan kepada ide atau gagasan, karena karya cipta harus
memiliki bentuk yang khas, bersifat pribadi dan menunjukkan keaslian sebagai
ciptaan yang lahir berdasarkan kemampuan, kreatifitas atau keahlian, sehingga
ciptaan itu dapat dilihat, dibaca atau didengar.
Pengalihan Hak Cipta
Hak
cipta dapat dialihkan baik seluruhnya maupun sebagian karena:
♦
pewarisan;
♦
hibah;
♦
wasiat;
♦
perjanjian tertulis; atau
♦
sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.
STUDI KASUS
Lagi-lagi masalah klaim dari Malaysia terhadap kebudayaan
Indonesia. Secara rinci Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Windu Nuryanti
bahkan menjabarkan dalam rentang 2007-2012, Malaysia sudah tujuh kali
"mengakuisisi" budaya Indonesia sebagai warisan budaya mereka. Klaim
Malaysia dimulai pada 2007, yakni kesenian Reog Ponorogo. Reog adalah salah
satu kesenian budaya dari Jawa Timur bagian barat laut. Sementara. Ponorogo
dianggap sebagai kota asal reog yang sebenarnya. Namun di Negeri Jiran, tarian
sejenis Reog Ponorogo disebut tari Barongan. Tarian ini juga menggunakan topeng
dadak merak, yaitu topeng berkepala harimau yang di atasnya terdapat bulu-bulu
merak.
Mulai muncul kontroversi ketika pada topeng dadak merak
di situs resmi Kementerian Kebudayaan Kesenian dan Warisan Malaysia terdapat
tulisan Malaysia. Negeri tetangga yang kerap menyebut Indonesia serumpun itu
mengakuinya pula sebagai warisan masyarakat keturunan Jawa yang banyak terdapat
di Batu Pahat, Johor dan Selangor, Malaysia.
Tentu saja, hal itu memicu protes dari berbagai pihak di
Tanah Air, termasuk seniman reog asal Ponorogo. Hak cipta kesenian reog telah
dicatatkan dengan nomor 026377 tertanggal 11 Februari 2004. Ditemukan pula
informasi, dadak merak yang terlihat di situs resmi itu adalah buatan perajin
Ponorogo. Ribuan seniman reog sempat berdemonstrasi di depan Kedutaan Malaysia
di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Hingga pada akhirnya masuk akhir November 2007, Duta
Besar Malaysia untuk Indonesia Datuk Zainal Abidin Muhammad Zain angkat bicara.
Ia menyatakan Pemerintah Malaysia tak pernah mengklaim Reog Ponorogo. Kesenian
itu dibawa rakyat Jawa yang merantau ke Malaysia. Selesai.
SUMBER
:
http://www.dgip.go.id/hak-cipta
http://news.liputan6.com/read/416067/terusik-lagi-klaim-negeri-jiran
No comments:
Post a Comment